Sudah 1 tahun lebih
Coffee Truck Filosofi Kopi berjalan bersama komunitasnya. Kini Ben dan
Jody hanya tinggal memantaunya saja, sementara mereka sekarang sudah
punya kesibukan masing-masing. Tidak bisa dipungkiri memang, kini mereka
sudah ada di titik jenuh, keduanya butuh dunia baru di luar dunia
mereka. Jody sekarang mulai intens berkomunikasi dengan teman-teman
almamaternya waktu di Ausie. Mereka mulai membuka bisnis baru di bidang
konsultan keuangan, di samping juga tawaran dari perusahaan-perusahaan
besar yang terus berdatangan mencoba merekrut Jody.
Sedangkan Ben, bersama
komunitas filosofi kopinya kini mulai membuat gerakan masif, mengajak
komunitas lain di luar komunitas mereka untuk memberikan edukasi kopi
kepada para petani di berbagai daerah. Ben bahkan berhasil menggaet
sponsor besar untuk membantu membiayai gerakan ini. Ben mulai berkelana
ke berbagai wilayah di Indonesia untuk mengenal lagi berbagai macam kopi
yang belum pernah ditemuinya. Itulah bentuk dedikasinya kini terhadap
kopi, membuat kopi Indonesia makin mendunia. Kesibukan Ben dan Jody
makin tak terbendung. Sudah hampir 4 bulan mereka tidak bertemu,
tenggelam dengan kesibukan masing-masing. Hingga akhirnya tawaran
terbesar yang pernah mereka dapatkan datang menghampiri mereka. Tawaran
yang membuat mereka terbelah di antara dua cabang, memilih dunia
masing-masing yang kini mereka minati, atau kembali bersama menerima
tawaran besar itu.
Sebuah production house
berbasis asia menawarkan mereka untuk bekerjasama membuat program
reality show traveling mengenai kopi Indonesia. Mereka tertarik dan
terinspirasi dengan konsep filosofi kopi yang Ben dan Jody ciptakan.
Mereka percaya bahwa komunitas, gerakan, dan konsep filosofi kopi harus
mulai digaungkan ke seluruh asia, dan itu mampu direalisasikan melalui
program yang mereka tawarkan. Tapi ternyata tidak mudah mempertemukan
Ben dan Jody dalam sebuah janji. Kesibukan dan jadwal mereka yang padat
menyebabkan mereka berkali-kali membatalkan janji bertemu diantara
keduanya. Walaupun mereka tahu cepat atau lambat mereka harus
menduskusikan ini, membuat keputusan terbaik untuk mereka dan filosofi
kopi.
Dan takdir pun
berbicara, setelah hampir 4 bulan mereka tidak pernah bertemu, tanpa
rencana sekalipun mereka malah bersua di tempat yang di luar dugaan.
Mereka bertemu di bandara, tepatnya area tunggu keberangkatan luar
negri. Sepertinya alam semesta memang tidak rela melepaskan dua dynamite
ini terpisah lama. Mereka bahkan terjadwal pada penerbangan yang sama
menuju Singapura. Ketika menyadari hal itu, secara spontan mereka saling
menertawakan nasib mereka masing-masing. Mereka langsung berpelukan
seperti kawan yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu, yang anehnya
perasaan itu sama seperti waktu pertama kali mereka berkenalan.
Sambil menunggu pesawat
boarding, Ben dan Jody mulai berceloteh saling menceritakan kesibukan
mereka masing-masing. Bisnis Jody bersama teman-teman kuliahnya yang
belum ada setahun bisa dikatakan cepat menanjak untuk ukuran perusahaan
baru. Klien mereka terus bertambah, mulai dari perusahaan kecil hingga
perusahaan besar yang berpaling ke jasa konsultannya. Almamater yang
Jody sandang memang menguntungkan bisnisnya, tapi Jody yakin kerja keras
dan kemampuan teman-temannya juga ikut memegang peranan penting. Jody
sepertinya memang sudah nyaman di posisinya sekarang, merasa inilah
dunianya saat ini. Begitu juga dengan Ben, jiwa bebas dan ideologi yang
dianutnya kini sudah menemukan tempat yang cocok. Ben akhirnya menemukan
orang-orang yang sealiran dengannya, orang-orang yang mendedikasikan
hidupnya untuk kopi Indonesia. Sama seperti Jody, Ben juga akhirnya
menemukan dunianya.
Tidak bisa dipungkiri
memang, kini mereka mulai growing apart, mulai menemukan jati diri
masing-masing. Dan itulah yang membuat mereka makin gundah gulana. Di
saat mereka sudah nyaman di planet masing-masing, tiba-tiba planet baru
yang jauh lebih bersinar mengundang mereka datang. Membuat keputusan
bersama memang tidak mudah, ada banyak pertimbangan yang harus mereka
pikirkan. Sampai dengan pesawat mulai mendarat di Changi Airport diskusi
belum juga berakhir. Perjalanan 2 jam menuju Singapura seperti waktu
yang sangat singkat bagi mereka, titik temu pun belum juga mereka
temukan. Akhirnya setelah sampai di Changi Airport dan hendak berpisah,
mereka berjanji untuk bertemu kembali secepatnya setelah urusan mereka
selesai.
Jody berada di Singapura dalam rangka perjalanan bisnis. Ada satu perusahaan Singapura yang sepertinya tertarik untuk bergabung dengan jasa konsultannya. Perusahaan tersebut memintanya untuk mempresentasikan langsung ke dewan direksi. Sedangkan Ben ada di Singapura untuk mengikuti Coffee Fair selama 3 hari, ajang yang memang sudah lama ditunggunya. Tadinya Jody memang berencana hanya semalam di Singapura tapi rencananya berubah sejak bertemu Ben di bandara Jakarta. Setelah presentasinya selesai Jody langsung menemani Ben mengikuti Coffee Fair, kembali bergumul dengan kopi setelah cukup lama absen dari dunia perkopian.
Di hari terakhir acara tersebut, ketika mereka sudah siap pulang ke Jakarta, keputusan masih belum tercipta. Di bandara Changi malam itu mereka saling terdiam, galau dengan diri mereka masing-masing. Ben dan Jody sudah sangat nyaman dengan dunia mereka saat ini, sepertinya sulit membayangkan bila harus keluar dari zona nyaman. Tapi mereka juga sadar, tawaran ini bukan tawaran sembarangan. Ini adalah tawaran yang akan mengubah jalan hidup mereka selamanya, sama seperti kopi tiwus yang juga telah mengubah hidup dan pandangan mereka dahulu.
Kemudian Jody tersadar dari lamunannya. Tiba-tiba dia tertarik dengan papan jadwal yang ada tepat di atas kepalanya. Ada 1 nama kota yang begitu asing tertera di papan jadwal tersebut. Tbilisi. Kota di negara mana itu? Lalu Jody coba menggoogling menggunakan smartphone nya. Hampir setengah jam dia menatap smartphone nya tanpa berkutik, bahkan lupa kalau Ben ada di sampingnya. Jody seperti dihipnotis, dia tertarik dengan kota yang baru diketahuinya hari itu, kota Tbilisi yang ternyata ada di negara yang bernama Georgia.
Georgia adalah sebuah negara trans benua di sebelah timur Laut Hitam di selatan kaukasus antara benua Eropa dan benua Asia. Bekas republik di Uni Soviet ini mempunyai pegunungan kaukakus yang agung dan menakjubkan, sehingga menumbuhkan banyak sungai yang bermuara di Laut Hitam dan Laut Kaspia. Penduduknya terdiri dari berbagai suku, antara lain Georgia, Azeri, Armenia, dan Rusia. Jody jadi teringat dengan mimpinya dulu, berkelana bebas ke banyak tempat lalu menuliskan semua yang dirasakan dan dilihatnya sendiri. Mimpi-mimpi itu seperti tertidur lama hingga akhirnya sekarang terbangun untuk mengingatkan Jody. Entah dari mana kenekatan itu datang, tapi Jody merasa inilah saatnya untuk melakukan hal secara spontanitas.
Saat itu juga Jody mengajak Ben untuk berpetualang ke negri Georgia yang baru dikenalnya. Jody percaya inilah saatnya untuk mereka melakukan perjalanan jati diri. Jody yakin bahwa mereka akan menemukan jawaban dari segala kebimbangan terhadap tawaran besar yang mereka diterima itu. Ben terkaget-kaget melihat kelakuan sahabatnya ini. Belum pernah sekalipun Ben melihat Jody seimpulsif itu. Dia tidak menyangka kalau sifat impulsif itu ternyata bisa tertular, karena buktinya ada tepat di depan matanya. Awalnya Ben menolak mentah-mentah rencana gila itu, tapi sepertinya alam semesta mendukung Jody kali ini. Setiap alasan yang dikeluarkan Ben untuk menolak rencana gila itu selalu dapat ditepis dengan solusi yang secara ajaib muncul begitu saja.
Jody langsung mendapatkan penerbangan ke Tbilisi dengan harga yang cukup murah karena promo, yang anehnya itu untuk keberangkatan besok pagi. Jody bahkan menjanjikan untuk membiayai semua biaya dan akomodasi mereka selama di sana, walaupun belakangan akhirnya Ben sadar kalau itu uang tabungan mereka yang selama ini disembunyikan Jody. Dan mengenai visa, lagi-lagi Jody kali ini beruntung. Mereka berhasil apply visa Georgia secara online tanpa menemukan kesulitan sedikitpun. Soo.. terlaksanalah semua ide gila Jody ini. Mereka memutuskan untuk bermalam di bandara, menunggu hingga pagi datang dan akhirnya terbang ke negri entah berantah. Perjalanan dari Singapura ke Tbilisi ternyata cukup lama, waktu yang cukup untuk Ben dan Jody kembali berbincang panjang hingga akhirnya tertidur.
Klik lagi ya!
Jody berada di Singapura dalam rangka perjalanan bisnis. Ada satu perusahaan Singapura yang sepertinya tertarik untuk bergabung dengan jasa konsultannya. Perusahaan tersebut memintanya untuk mempresentasikan langsung ke dewan direksi. Sedangkan Ben ada di Singapura untuk mengikuti Coffee Fair selama 3 hari, ajang yang memang sudah lama ditunggunya. Tadinya Jody memang berencana hanya semalam di Singapura tapi rencananya berubah sejak bertemu Ben di bandara Jakarta. Setelah presentasinya selesai Jody langsung menemani Ben mengikuti Coffee Fair, kembali bergumul dengan kopi setelah cukup lama absen dari dunia perkopian.
Di hari terakhir acara tersebut, ketika mereka sudah siap pulang ke Jakarta, keputusan masih belum tercipta. Di bandara Changi malam itu mereka saling terdiam, galau dengan diri mereka masing-masing. Ben dan Jody sudah sangat nyaman dengan dunia mereka saat ini, sepertinya sulit membayangkan bila harus keluar dari zona nyaman. Tapi mereka juga sadar, tawaran ini bukan tawaran sembarangan. Ini adalah tawaran yang akan mengubah jalan hidup mereka selamanya, sama seperti kopi tiwus yang juga telah mengubah hidup dan pandangan mereka dahulu.
Kemudian Jody tersadar dari lamunannya. Tiba-tiba dia tertarik dengan papan jadwal yang ada tepat di atas kepalanya. Ada 1 nama kota yang begitu asing tertera di papan jadwal tersebut. Tbilisi. Kota di negara mana itu? Lalu Jody coba menggoogling menggunakan smartphone nya. Hampir setengah jam dia menatap smartphone nya tanpa berkutik, bahkan lupa kalau Ben ada di sampingnya. Jody seperti dihipnotis, dia tertarik dengan kota yang baru diketahuinya hari itu, kota Tbilisi yang ternyata ada di negara yang bernama Georgia.
Georgia adalah sebuah negara trans benua di sebelah timur Laut Hitam di selatan kaukasus antara benua Eropa dan benua Asia. Bekas republik di Uni Soviet ini mempunyai pegunungan kaukakus yang agung dan menakjubkan, sehingga menumbuhkan banyak sungai yang bermuara di Laut Hitam dan Laut Kaspia. Penduduknya terdiri dari berbagai suku, antara lain Georgia, Azeri, Armenia, dan Rusia. Jody jadi teringat dengan mimpinya dulu, berkelana bebas ke banyak tempat lalu menuliskan semua yang dirasakan dan dilihatnya sendiri. Mimpi-mimpi itu seperti tertidur lama hingga akhirnya sekarang terbangun untuk mengingatkan Jody. Entah dari mana kenekatan itu datang, tapi Jody merasa inilah saatnya untuk melakukan hal secara spontanitas.
Saat itu juga Jody mengajak Ben untuk berpetualang ke negri Georgia yang baru dikenalnya. Jody percaya inilah saatnya untuk mereka melakukan perjalanan jati diri. Jody yakin bahwa mereka akan menemukan jawaban dari segala kebimbangan terhadap tawaran besar yang mereka diterima itu. Ben terkaget-kaget melihat kelakuan sahabatnya ini. Belum pernah sekalipun Ben melihat Jody seimpulsif itu. Dia tidak menyangka kalau sifat impulsif itu ternyata bisa tertular, karena buktinya ada tepat di depan matanya. Awalnya Ben menolak mentah-mentah rencana gila itu, tapi sepertinya alam semesta mendukung Jody kali ini. Setiap alasan yang dikeluarkan Ben untuk menolak rencana gila itu selalu dapat ditepis dengan solusi yang secara ajaib muncul begitu saja.
Jody langsung mendapatkan penerbangan ke Tbilisi dengan harga yang cukup murah karena promo, yang anehnya itu untuk keberangkatan besok pagi. Jody bahkan menjanjikan untuk membiayai semua biaya dan akomodasi mereka selama di sana, walaupun belakangan akhirnya Ben sadar kalau itu uang tabungan mereka yang selama ini disembunyikan Jody. Dan mengenai visa, lagi-lagi Jody kali ini beruntung. Mereka berhasil apply visa Georgia secara online tanpa menemukan kesulitan sedikitpun. Soo.. terlaksanalah semua ide gila Jody ini. Mereka memutuskan untuk bermalam di bandara, menunggu hingga pagi datang dan akhirnya terbang ke negri entah berantah. Perjalanan dari Singapura ke Tbilisi ternyata cukup lama, waktu yang cukup untuk Ben dan Jody kembali berbincang panjang hingga akhirnya tertidur.
Klik lagi ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar