Rabu, 03 Agustus 2016

FILOSOFI KOPI : FLASHBACK TO FILKOP



 



Lalu tiba-tiba muncul lah ide itu. Waktu itu Jody dan Ben sedang nongkrong ngalur ngidul tak jelas. Sejak kematian Ayah Jody, mereka seperti kehilangan arah. Mimpi-mimpi mereka seperti tertutup awan gelap, kehilangan sumber cahayanya. Yang di pikiran Jody selama ini adalah cepat-cepat menyelesaikan pendidikannya agar bisa meneruskan usaha keluarganya tanpa punya rencana cadangan apapun. Sedangkan Ben, sejak kematian Ayah Jody seperti kehilangan mentornya. Ben memang sudah lama merencanakan untuk keluar dari rumah Jody setelah dirinya settle. Tapi bukan dengan cara seperti ini, tanpa sempat membalas semua kebaikan keluarga Jody selama ini.

Lalu mereka teringat dengan 1 aset milik keluarga Jody yang masih tersisa. Sebuah ruko sederhana di daerah Melawai yang dibiarkan kosong begitu saja. Jody sebenarnya bisa saja menuruti kata Cicinya untuk menjual ruko itu, tapi Jody bersikeras mempertahankannya tanpa alasan yang jelas. Barulah sekarang dia menyadari kenapa dia melakukan itu. Ini saatnya dia membuat keputusan untuk dirinya sendiri, tanpa paksaan ataupun arahan dari keluarganya. Jody memutuskan untuk membangun usahanya sendiri, membuka sebuah kedai kopi bersama Ben di ruko yang hampir saja dijual itu. Tanpa pikir panjang Jody langsung mengundurkan diri dari kantor tempatnya bekerja saat itu. Walaupun kedudukannya di kantor itu dibilang nyaman, tapi itu tidak berarti membuatnya betah. Sepertinya otak berdagang dan gen berwirausaha memang sudah mendarah daging di keluarganya.

Namun ternyata tidak mudah menjalankan sebuah bisnis bersama dengan sahabat sendiri. Perbedaan karakter makin terlihat nyata ketika mereka mulai menjadi partner kerja. Konflik pun semakin tak terhindarkan, mulai bermunculan di antara keduanya. Ben dan Jody mulai mengeluarkan sifat dominan mereka masing-masing. Tidak jarang mereka bertemu jalan buntu dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi. Bila itu terjadi yang biasa mereka lakukan adalah berjalan sendiri sementara, merenungi dan mencoba intropeksi diri sendiri. Mereka berusaha keras untuk tetap menjalankan bisnis ini seprofesional mungkin. Mereka menyadari saat ini hanya itu yang mereka punya, hanya itu yang bisa mereka perjuangkan. Bisnis ini bukan saja menggerakan roda ekonomi Ben dan Jody, tapi juga karyawan-karyawannya, selain juga berusaha mengumpulkan sen demi sen untuk melunasi utang Ayah Jody.

Untungnya kedai mereka makin lama makin berkembang. Mereka sudah punya pelanggan setia yang datang silih berganti. Konsep kedai mereka memang berbeda dari yang lain. Mereka bukan lagi menjual kopi pada umumnya, tapi lebih menjual gaya hidup yang mulai menjadi trend di kalangan anak muda. Customer bukan hanya datang ke kedai mereka untuk menikmati kopi, tapi mereka juga mendapat pengetahuan lebih tentang kopi yang diminumnya. Tidak jarang bila ada waktu luang, Ben dengan senang hati duduk bersama pelanggan, berceloteh tentang kopi hingga berjam-jam, dan menganggapnya sebagai salah satu service excellent dari kedainya.

Hingga akhirnya prahara itu datang. Ulasan dari salah satu koran ternama di ibu kota tentang kedai mereka mengundang rasa penasaran seorang pengusaha kaya. Pengusaha itu menantang Ben untuk membuat kopi terbaik di dunia agar bisa disuguhkan kepada salah satu partner kerjanya demi menyukseskan proyek besar pengusaha itu. Tanpa berpikir panjang Ben menyanggupi tantangan itu, tanpa sekalipun bertanya kepada Jody terlebih dahulu. Jody sudah hapal betul dengan sifat keimpulsifan sahabatnya itu. Tapi sepertinya sifat kumatnya muncul di saat yang tidak tepat. Karena Ben bukan saja menerima tantangan itu, tapi dia menaikkan level tantangannya, yang bila kalah maka bisnis kedainya bisa saja bangkrut tak tersisa. Siang malam Ben habiskan waktunya untuk menciptakan kopi terbaik, untuk membuktikan kepada Jody kalau dia mampu memenuhi tantangan pengusaha kaya itu tanpa harus menggadaikan kedainya sendiri.

Namun ketika Ben sudah berhasil menciptakan kopi terbaiknya yang dinamakan Ben Perfecto, tiba-tiba wanita cantik bernama El datang membuyarkan semua rencananya. Dengan terang-terangan El yang seorang Q-Grader bersertifikat internasional mengatakan bahwa kopi terbaik saat ini bukan di kedainya, tapi ada di sebuah warung kopi kecil di sebuah desa di Ijen. Itulah pertama kalinya Ben dan Jody akhirnya mengenal kopi tiwus, kopi yang berhasil membolak balikan nasib mereka. Ben sepertinya sulit menerima kekalahan ini. Dia menyalahkan El atas semuanya, merasa sejak El datang semuanya menjadi kacau. Dengan berat hati setelah berdebat panjang dengan Jody akhirnya mereka menyuguhkan kopi tiwus kepada pengusaha kaya itu. Dan benar saja akhirnya mereka memenangkan tantangan itu.

Namun setelah tantangan itu berakhir, Ben seperti kehilangan semangat hidup. Ben mungkin memang telah memenangkan tantangan itu, tapi baginya itu adalah kekalahan telak yang harus dia terima dengan berat hati. Ben Perfecto kalah dari kopi tiwus. Hal ini akhirnya menyadarkannya pada sesuatu. Obsesinya terhadap kopi selama ini sebenarnya hanya untuk melupakan luka dalam terhadap Ayahnya. Ini saatnya bagi Ben untuk berdamai dengan lukanya sendiri, pulang ke kampung halamannya dan memaafkan Ayahnya. Jody sendiri sejak ditinggalkan Ben merasa berat sebelah, dia butuh Ben untuk seimbang menjalani kedai filosilofi kopi. Jody akhirnya memutuskan untuk menjual rukonya dan membeli sebuah bis bertingkat. Ben mengilhami Jody untuk berdamai juga dengan dirinya sendiri. Mungkin Jody memang tidak sempat melampiaskan kemarahannya selama ini pada Ayahnya, tapi sudah saatnya untuk Jody melepaskan semua beban itu. Melangkah ke depan menuju mimpi-mimpinya yang lain.

Ben akhirnya kembali ke Jakarta, kembali menyeimbangkan filosofi kopi yang kini berubah konsep, dari kedai menjadi coffee truck dengan merombak habis bis bertingkat yang dibeli Jody. Untungnya pelanggan setia mereka tetap mengikuti kemanapun Coffee Truck Filosofi Kopi berada. Bahkan pelanggan-pelanggan baru makin banyak berdatangan. Coffee Truck Filosofi Kopi tidak pernah ketinggalan mengikuti food festival di seantero Jakarta. Malah sekarang mereka sudah punya komunitas sendiri. Komunitas inilah yang selanjutnya menggerakkan Coffee Truck Filosofi Kopi, dikala Jody atau Ben tidak sempat mengurusnya.


Tidak ada komentar: