Lalu tiba-tiba muncul
lah ide itu. Waktu itu Jody dan Ben sedang nongkrong ngalur ngidul tak
jelas. Sejak kematian Ayah Jody, mereka seperti kehilangan arah.
Mimpi-mimpi mereka seperti tertutup awan gelap, kehilangan sumber
cahayanya. Yang di pikiran Jody selama ini adalah cepat-cepat
menyelesaikan pendidikannya agar bisa meneruskan usaha keluarganya tanpa
punya rencana cadangan apapun. Sedangkan Ben, sejak kematian Ayah Jody
seperti kehilangan mentornya. Ben memang sudah lama merencanakan untuk
keluar dari rumah Jody setelah dirinya settle. Tapi bukan dengan cara
seperti ini, tanpa sempat membalas semua kebaikan keluarga Jody selama
ini.
Lalu mereka teringat
dengan 1 aset milik keluarga Jody yang masih tersisa. Sebuah ruko
sederhana di daerah Melawai yang dibiarkan kosong begitu saja. Jody
sebenarnya bisa saja menuruti kata Cicinya untuk menjual ruko itu, tapi
Jody bersikeras mempertahankannya tanpa alasan yang jelas. Barulah
sekarang dia menyadari kenapa dia melakukan itu. Ini saatnya dia membuat
keputusan untuk dirinya sendiri, tanpa paksaan ataupun arahan dari
keluarganya. Jody memutuskan untuk membangun usahanya sendiri, membuka
sebuah kedai kopi bersama Ben di ruko yang hampir saja dijual itu. Tanpa
pikir panjang Jody langsung mengundurkan diri dari kantor tempatnya
bekerja saat itu. Walaupun kedudukannya di kantor itu dibilang nyaman,
tapi itu tidak berarti membuatnya betah. Sepertinya otak berdagang dan
gen berwirausaha memang sudah mendarah daging di keluarganya.
Namun ternyata tidak
mudah menjalankan sebuah bisnis bersama dengan sahabat sendiri.
Perbedaan karakter makin terlihat nyata ketika mereka mulai menjadi
partner kerja. Konflik pun semakin tak terhindarkan, mulai bermunculan
di antara keduanya. Ben dan Jody mulai mengeluarkan sifat dominan mereka
masing-masing. Tidak jarang mereka bertemu jalan buntu dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi. Bila itu terjadi yang biasa
mereka lakukan adalah berjalan sendiri sementara, merenungi dan mencoba
intropeksi diri sendiri. Mereka berusaha keras untuk tetap menjalankan
bisnis ini seprofesional mungkin. Mereka menyadari saat ini hanya itu
yang mereka punya, hanya itu yang bisa mereka perjuangkan. Bisnis ini
bukan saja menggerakan roda ekonomi Ben dan Jody, tapi juga
karyawan-karyawannya, selain juga berusaha mengumpulkan sen demi sen
untuk melunasi utang Ayah Jody.
Untungnya kedai mereka
makin lama makin berkembang. Mereka sudah punya pelanggan setia yang
datang silih berganti. Konsep kedai mereka memang berbeda dari yang
lain. Mereka bukan lagi menjual kopi pada umumnya, tapi lebih menjual
gaya hidup yang mulai menjadi trend di kalangan anak muda. Customer
bukan hanya datang ke kedai mereka untuk menikmati kopi, tapi mereka
juga mendapat pengetahuan lebih tentang kopi yang diminumnya. Tidak
jarang bila ada waktu luang, Ben dengan senang hati duduk bersama
pelanggan, berceloteh tentang kopi hingga berjam-jam, dan menganggapnya
sebagai salah satu service excellent dari kedainya.
Hingga akhirnya prahara
itu datang. Ulasan dari salah satu koran ternama di ibu kota tentang
kedai mereka mengundang rasa penasaran seorang pengusaha kaya. Pengusaha
itu menantang Ben untuk membuat kopi terbaik di dunia agar bisa
disuguhkan kepada salah satu partner kerjanya demi menyukseskan proyek
besar pengusaha itu. Tanpa berpikir panjang Ben menyanggupi tantangan
itu, tanpa sekalipun bertanya kepada Jody terlebih dahulu. Jody sudah
hapal betul dengan sifat keimpulsifan sahabatnya itu. Tapi sepertinya
sifat kumatnya muncul di saat yang tidak tepat. Karena Ben bukan saja
menerima tantangan itu, tapi dia menaikkan level tantangannya, yang bila
kalah maka bisnis kedainya bisa saja bangkrut tak tersisa. Siang malam
Ben habiskan waktunya untuk menciptakan kopi terbaik, untuk membuktikan
kepada Jody kalau dia mampu memenuhi tantangan pengusaha kaya itu tanpa
harus menggadaikan kedainya sendiri.
Namun ketika Ben sudah
berhasil menciptakan kopi terbaiknya yang dinamakan Ben Perfecto,
tiba-tiba wanita cantik bernama El datang membuyarkan semua rencananya.
Dengan terang-terangan El yang seorang Q-Grader bersertifikat
internasional mengatakan bahwa kopi terbaik saat ini bukan di kedainya,
tapi ada di sebuah warung kopi kecil di sebuah desa di Ijen. Itulah
pertama kalinya Ben dan Jody akhirnya mengenal kopi tiwus, kopi yang
berhasil membolak balikan nasib mereka. Ben sepertinya sulit menerima
kekalahan ini. Dia menyalahkan El atas semuanya, merasa sejak El datang
semuanya menjadi kacau. Dengan berat hati setelah berdebat panjang
dengan Jody akhirnya mereka menyuguhkan kopi tiwus kepada pengusaha kaya
itu. Dan benar saja akhirnya mereka memenangkan tantangan itu.
Namun setelah tantangan
itu berakhir, Ben seperti kehilangan semangat hidup. Ben mungkin memang
telah memenangkan tantangan itu, tapi baginya itu adalah kekalahan telak
yang harus dia terima dengan berat hati. Ben Perfecto kalah dari kopi
tiwus. Hal ini akhirnya menyadarkannya pada sesuatu. Obsesinya terhadap
kopi selama ini sebenarnya hanya untuk melupakan luka dalam terhadap
Ayahnya. Ini saatnya bagi Ben untuk berdamai dengan lukanya sendiri,
pulang ke kampung halamannya dan memaafkan Ayahnya. Jody sendiri sejak
ditinggalkan Ben merasa berat sebelah, dia butuh Ben untuk seimbang
menjalani kedai filosilofi kopi. Jody akhirnya memutuskan untuk menjual
rukonya dan membeli sebuah bis bertingkat. Ben mengilhami Jody untuk
berdamai juga dengan dirinya sendiri. Mungkin Jody memang tidak sempat
melampiaskan kemarahannya selama ini pada Ayahnya, tapi sudah saatnya
untuk Jody melepaskan semua beban itu. Melangkah ke depan menuju
mimpi-mimpinya yang lain.
Ben akhirnya kembali ke
Jakarta, kembali menyeimbangkan filosofi kopi yang kini berubah konsep,
dari kedai menjadi coffee truck dengan merombak habis bis bertingkat
yang dibeli Jody. Untungnya pelanggan setia mereka tetap mengikuti
kemanapun Coffee Truck Filosofi Kopi berada. Bahkan pelanggan-pelanggan
baru makin banyak berdatangan. Coffee Truck Filosofi Kopi tidak pernah
ketinggalan mengikuti food festival di seantero Jakarta. Malah sekarang
mereka sudah punya komunitas sendiri. Komunitas inilah yang selanjutnya
menggerakkan Coffee Truck Filosofi Kopi, dikala Jody atau Ben tidak
sempat mengurusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar