LUKA VIEWPOINT
Sudah hampir 2 tahun kejadian itu berlalu, tapi
kenangan dan luka itu masih terasa hingga kini. Dan inilah jalan hidupku selama
ini. Ketika aku koma selama 6 bulan. Hidup hanya karena mesin-mesin canggih yang
menopang tubuhku. Lalu ketika ayahku harus melakukan segala cara, berusaha sekeras mungkin
untuk menghilangkan jejakku dari kota Jakarta, dari Hongkong, bahkan dari dunia
sekalipun. Ayah mendapat informasi bahwa gengster - gengster itu masih mencariku.
Dan aku harus rela melepaskan semua hal demi keselamatanku sendiri.
Teman,kehidupan normalku, akal sehatku, dan yang pasti kisahku sendiri.
Menjalani semua kepalsuan hidup hanya supaya bisa benar- benar hidup di dunia.
Ironi memang, mati- matian berusaha hidup demi semua hal, tapi akhirnya harus
mati demi hidup.
Dan disinilah aku sekarang. Berada di seberang
benua Asia. Benua yang terasa jauh bagiku. Benua Eropa. Aku memilih menetap di
kota Brussel. Sebuah kota kecil, kota yang tidak ada apa- apanya dibanding luasnya
kota - kota di Indonesia. Di kota inilah aku mengasingkan diri. Memiliki
identitas baru, seperti terlahir kembali ke dunia. Namun rasanya aneh, terasa
hampa, seperti lahir cacat, lahir dengan hati yang kosong. Tapi inilah takdir yang
harus kujalani. Hidup menjadi orang asing di negara yang asing pula. Aku tinggal
di sebuah flat sederhana. Sebuah flat tingkat 3 yang cukup ditinggali oleh 3 orang.
Aku berbagi kamar dengan 1 orang warga lokal dan 1 mahasiswa Jepang disana.
Mereka cukup baik untuk mau berbagi biaya sewa flat denganku. Mereka mengenalku
sebagai seorang WNI bernama Luka yang sedang mengambil Summer School di Brussel
sambil kerja part time di sebuah yayasan anak - anak berkebutuhan khusus. Cukup
senang rasanya mempunyai teman-teman normal, ya paling tidak identitasku ini terlihat cukup normal.
Hari - hari aku jalani dengan kenangan dan luka di
belakang, yang tanpa kusadari akhirnya dapat aku jalani dengan ringan. Sampai pada suatu pagi, aku mendapati
seorang WNI muncul di tempat kerjaku. Senang rasanya melihat seorang pribumi lagi.
Namanya Bara. Pria asal Surabaya yang cukup berotot ini mengaku padaku sudah hampir
setahun di kota ini. Berawal dari niatnya untuk bersekolah di sini karena
beasiswa, sayangnya setelah 6 bulan dia terpaksa keluar dari sekolah dengan alasan rahasia yang tidak
mau dia disebutkan padaku. Dia meyakinkanku untuk lebih baik tidak tahu sama
sekali tentang alasannya. Kesan yang cukup misterius ketika pertama kali
bertemu dengannya. Tapi tidak masalah untukku, toh aku juga datang ke kota ini
dengan identitas rahasia.
Setelah drop out dari sekolah tersebut, Bara
memutuskan untuk tidak langsung kembali ke Indonesia. Malu rasanya bila harus
pulang ke Surabaya dan mengabarkan keluarga kalau dia tidak bersekolah lagi di
Eropa. Dia tidak mau pulang dengan tangan hampa. Paling tidak bila nanti dia harus
pulang, dia sudah punya
cukup pengalaman kerja
yang dapat diceritakannya
di Indonesia. Bukan cerita pahit tentang drop out yang harus dia alami, cerita
yang sudah mengecewakannya. Bara sudah beberapa kali berpindah kerja selama di
Brussel, bahkan sempat juga bekerja di kota Antwerp. Ini
dikarenakan oleh status visanya yang visa pelajar, visa yang menyulitkannya
untuk bisa kerja permanen di satu tempat. Terakhir dia bekerja di sebuah kontraktor.
Namun ketika proyek kontraktor tersebut selesai, selesai jugalah dia bekerja
disana. Maka kembalilah Bara menganggur.
Dan disinilah dia sekarang, berusaha mencari
pekerjaan baru demi kelangsungan hidupnya di tanah Eropa. Kebetulan sekali di yayasanku memang
sedang membutuhkan tenaga pengajar dari asia untuk semester ini. Dan untuk
tempat tinggal, Bara beruntung bisa menumpang gratis di flat teman sekolahnya
untuk saat ini. Paling tidak sampai dia bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih
baik dengan gaji yang lebih besar. Dan disinilah kesempatannya, pekerjaan yang
lebih memakai otak, bukan otot seperti pekerjaan-pekerjaan sebelumnya.
Keseharianku mulai berubah sejak Bara datang.
Kami mulai hang out bareng bila sedang sama- sama off. Senang rasanya bisa
punya teman 1 bahasa untuk saling cerita, paling tidak kami tidak pernah
kehabisan bahan. Dan disinilah kami sekarang pada suatu sore, di sebuah kafe di
sekitar Grand Place. Kami memang sering kesini bila sedang suntuk. Bara yang
merekomendasikan kafe ini, dan memang harus kuakui tempat ini cukup cozy, dengan
menu makanan yang enak, dan letaknya yang cukup strategis. Namun ada sesuatu yang
aneh menurutku. Setiap kali kami datang kesini kami selalu duduk di tempat yang
sama, di posisi yang selalu sama pula. Pernah suatu kali aku memintanya bertukar
posisi, tapi dia langsung menolak dengan berbagai alasan. Dan barulah sampai sore ini aku menyadarinya.
Dia punya tujuan khusus setiap datang kesini, bahkan ketika dia datang sendiri
kesini. Dia selalu datang kesini hanya untuk memperhatikan dan memantau seorang
gadis. Seorang gadis manis yang memang rutin datang ke Grand Palace setiap
minggunya.
Dengan sedikit usaha, aku akhirnya bisa memaksa Bara
untuk menceritakan gadis ini. Namanya Carol. Gadis manis ini blasteran Indo Jerman.
Carol berasal dari keluarga yang sangat kaya. Menurut informasi dari Bara,
ayahnya seorang pengusaha sukses di tanah Eropa. Carol berada di kota ini untuk
belajar, dan di sekolahlah Bara mengenal Carol. Carol yang naif, yang selalu punya
macam gaya. Kadang dia suka berpenampilan ghotic, kadang pula berpenampilan
seperti model, tapi dia juga bisa berpenampilan sederhana apa adanya, sampai orang
tidak akan menyangka kalau dia putri seorang pengusaha sukses. Dan aku heran dengan
Bara, bila dia memang naksir Carol, kenapa tidak langsung mendekatinya. Kenapa
hanya terus memperhatikannya diam- diam dari kejauhan. Tapi dia malah
menyangkalnya. Bara bilang dia tidak punya perasaan apa- apa terhadap Carol. Menurutku
aneh. Buat apa selama ini dia memperhatikan Carol kalau memang dia tidak suka
padanya. Bara bilang dia punya misi khusus kenapa selama ini dia selalu
memantau Carol dari jauh. Dan ini ada hubungannya dengan alasan kenapa dia
keluar dari kampus. Tapi Bara tidak mau menceritakannya lagi lebih detail. Dia
tetap merahasiakannya dariku. Tapi menurutku dia hanya beralasan saja. Kurasa dia hanya malu untuk mengakui bahwa dia memang jatuh cinta pada
Carol. Maksudku itu
semua bisa
terlihat dari matanya kalau dia memang menyukai Carol.
Gimana guys...minta coment yang baik2 ya!! Maklum pemula..he he...
Mau lebih kenal karakter Bara & Carol? siapa sih mereka? Apa hubungannya dengan Musa AKA Luka?
Kalau penasaran, monggo dibaca part 2 nya ya!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar